Mau minta tolong nih... Kan ada iklan tuh di atas tulisan ini. Yang di dalam kotak warna biru lho. Tolong klik ya satu diantara tiga iklan di atas. Uda di-klik, kan kebuka tuh website lain. Kalo uda kebuka sempurna, ya uda, tutup aja lagi. thank's ya... Selamat belajar PA.

Thursday, October 23, 2008

Dry Socket (Alveolar Osteitis)

Definisi

Setelah pencabutan gigi terbentuk bekuan darah di tempat pencabutan, di mana bekuan ini terbentuk oleh jaringan granulasi, dan akhirnya terjadi pembentukan tulang secara perlahan-lahan. Bila bekuan darah ini rusak maka pemulihan akan terhambat dan menyebabkan sindroma klinis yg disebut alveolar osteitis (dry socket). Alveolar osteitis ini terjadi karena adanya perubahan plasminogen menjadi plasmin yang menyebabkan fibrinolisis pada bekuan darah di soket bekas pencabutan.

Penyebab

Kerusakan bekuan darah ini dapat disebabkan oleh trauma pada saat ekstraksi (ekstraksi dengan komplikasi), dokter gigi yang kurang berhati-hati, penggunaan kontrasepsi oral, penggunaan kortikosteroid, dan suplai darah (suplai darah di rahang bawah lebih sedikit daripada rahang atas). Kurangnya irigasi saat dokter gigi melakukan tindakan juga dapat menyebabkan dry socket. Gerakan menghisap dan menyedot seperti kumur-kumur dan merokok segera setelah pencabutan dapat mengganggu dan merusak bekuan darah.

Selain itu, kontaminasi bakteri adalah faktor penting, oleh karena itu, orang dengan kebersihan mulut yang buruk lebih beresiko mengalami dry socket paska pencabutan gigi. Demikian juga pasien yang menderita gingivitis (radang gusi), periodontitis (peradangan pada jaringan penyangga gusi), dan perikoronitis (peradangan gusi di sekitar mahkota gigi molar tiga yang impaksi).

Gambaran klinis

Daerah paska pencabutan yang mengalami dry socket awalnya terisi oleh bekuan darah yang berwarna keabu-abuan yang kotor, kemudian bekuan ini hilang dan meninggalkan soket tulang yang kosong (dry socket). Tulang terekspos dan sangat sensitif. Penderita biasanya mengeluhkan sakit yang parah, dan dapat timbul bau tak sedap. Hal ini dapat terjadi kurang dari 24 jam setelah gigi dicabut, namun dapat juga terjadi 3-4 hari paska pencabutan. Kadang-kadang dapat terjadi pembengkakan dan limfadenopati.

Frekuensi alveolar osteitis lebih tinggi pada rahang bawah dan di gigi daerah belakang (posterior). Dry socket dapat saja terjadi pada setiap pencabutan gigi, namun lebih sering terjadi pada saat pencabutan gigi molar tiga impaksi. Kemungkinan terjadinya dry socket paling besar pada kelompok umur 40 tahun.

Perawatan

Bila pasien mengeluhkan rasa sakit paska pencabutan gigi, perlu dilakukan pemeriksaan radiograf untuk mengetahui apakah ada ujung akar yang tertinggal atau ada benda asing.

Dry socket adalah suatu reaksi peradangan, namun dapat terinfeksi oleh bakteri. Oleh karena itu, tidak setiap kejadian dry socket membutuhkan perawatan dengan antibiotik. Hal penting dalam perawatan dry socket adalah irigasi. Irigasi dilakukan dengan larutan saline, atau hidrogen peroksida 3 % bila sudah terjadi infeksi.

Dry socket dapat dicegah dengan beberapa cara.

Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lebih beresiko mengalami dry socket saat pencabutan. Oleh karena itu sebaiknya tindakan pencabutan dijadwalkan pada hari di mana kadar estrogen rendah (yaitu saat tidak ada suplementasi estrogen, sekitar hari ke-22 hingga 28 dari siklus menstruasi).

Irigasi yang baik selama tindakan pencabutan juga dapat mencegah terjadinya dry socket.

Beberapa penelitian menganjurkan pemakaian obat kumur chlorhexidine 0.12 % segera setelah pencabutan dan 7 hari paska pencabutan dapat mencegah terjadinya dry socket.

Thursday, October 9, 2008

Diagnosis Method of HIV/AIDS

HIV is diagnosed through a blood test that reveals the presence of antibodies to the virus in the bloodstream. Generally, it takes between six and 12 weeks following infection before these antibodies develop. In rare cases, it can take up to six months before these antibodies show up in blood tests.

For years, the enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) was the standard blood test used to detect HIV. Patients who tested positive would receive a second ELISA test to ensure that the positive reading was accurate. If this test also came back positive, the patient would be given a Western blot test to check for the presence of HIV proteins. The blot test was used to ensure that non-HIV antibodies were not causing a false-positive reading.

However, this testing took up to two weeks before results were ready. As a result, “rapid response” tests were developed that provide results in as little as 20 minutes. These types of tests look for HIV antibodies through either a finger prick of blood or the analysis of secretions collected by a pad from the mouth. If these tests produce a positive result, a blood test will be needed to confirm the diagnosis.

At present, the U.S. Food and Drug Administration (FDA) has approved just one test available for home use. The Home Access HIV test (marketed by Home Access Health) allows a patient to mail in a drop of blood before calling a toll-free number to receive the results in three to seven business days. The test is considered to be as accurate as a clinical test. Patients are identified by a code number that comes with the kit to ensure privacy. If the test comes back positive, the patient is referred to medical or social services.

Patients who test positive will have their blood checked for the amount of virus in the bloodstream, which is known as viral load. This can help a physician to predict the probable progression of the disease and to formulate the appropriate treatment plan.

According to recent recommendations by the U.S. Centers for Disease Control and Prevention, nearly everyone between the ages of 13 and 64 should be screened for HIV. This includes pregnant women, who are at risk of passing the virus to their developing fetus.

Sexual partners should be notified of the diagnosis so they may seek medical testing and treatment. Intravenous drug users should also notify anyone with whom they may have shared a needle. Some health clinics provide anonymous partner notification systems, which notify people that they may have been exposed to HIV, without informing them of who reported their names or when the exposure occurred.

source: www.yourtotalhealth.ivillage.com